Selain mengoleksi amsal Salomo, kolektor Amsal mengoleksi perkataan bijak dari Agur bin Yake untuk membagikan wawasan dan pengalaman hidup yang unik kepada para pembaca. Gaya tulisan Amsal 30 ini lebih bersifat reflektif, bernuansa suram dan sedih, serta lebih banyak berbentuk pertanyaan tanpa jawaban. Agur memulai dengan rendah hati. Ia mengaku bahwa dirinya kurang berpengertian. Ia menyesal karena hidupnya kurang dekat dengan TUHAN (30:1-6). Ia mengajukan dua permintaan kepada TUHAN (30:7-9), yaitu agar TUHAN menjauhkan kecurangan dan kebohongan serta menjauhkan dari pencobaan dengan memberi makanan secukupnya. Penting bagi kita untuk merindukan kehadiran dan penyertaan Tuhan setiap hari, serta mempertahankan keinginan untuk hidup memuliakan TUHAN.
Agur memaparkan beberapa tipe orang fasik, yaitu pemfitnah, pendurhaka, pembual, penipu, dan pelahap. Paparan itu menunjukkan potret generasi yang suka memberontak terhadap otoritas, angkuh, kejam, dan tidak pernah puas. Agur mengecam orang yang memberontak kepada orang tua dan mengingatkan mereka akan akibatnya, yaitu mati secara tidak terhormat (30:10-17). Agur memperlihatkan keprihatinannya terhadap isu-isu sosial seperti: relasi pria dan wanita yang berzina tanpa merasa bersalah, hamba pria yang berkhianat dengan merebut posisi tuannya, dan hamba perempuan yang berkhianat dengan merebut suami nyonyanya (30:18-23). Ia juga prihatin terhadap keadaan bangsanya, yang ditunjukkan melalui perbandingan dengan binatang kecil yang bijaksana, misalnya semut yang bersiap sedia menghadapi kesulitan masa depan, pelanduk yang mempersiapkan tempat perlindungan, belalang yang bersatu-padu hidup rukun mengejar kesuksesan bersama, dan cecak yang mudah beradaptasi di berbagai tempat (30:24-28). Dalam keadaan lemah, ada pengharapan untuk sukses apabila seorang berpikir dan bertindak secara bijaksana. Agur juga melakukan perbandingan antara raja dengan binatang yang gagah. Seperti singa berkuasa atas binatang yang lain, demikian pula raja berkuasa atas rakyat yang dipimpinnya (30:29-31).
Sebagai penutup, Agur menasihati pembaca agar tidak bertindak bodoh dan mengendalikan diri saat lawan bicara marah (30:32-33). Jika Anda terus berbicara dengan nada tinggi, pertengkaran pasti terjadi. Ingatlah bahwa Kristus menghendaki agar kita menjadi pembawa damai (Matius 5:9; Roma 14:19). Kapan terakhir kali Anda sungguh-sungguh merindukan kehadiran Tuhan? Apakah Anda bersedia mendedikasikan profesi dan bisnis Anda saat ini untuk kemuliaan Tuhan? Apa yang hendak Anda lakukan untuk memuliakan TUHAN?