Kita perlu menyadari bahwa kesengsaraan yang ditanggung oleh Tuhan Yesus bukanlah suatu kemalangan atau kecelakaan, melainkan sesuatu yang sudah direncanakan oleh Allah sendiri (bandingkan dengan 26:2). Penangkapan terhadap diri Tuhan Yesus itu bukan terjadi karena Tuhan Yesus berhasil di tangkap, melainkan karena Dia membiarkan dirinya ditangkap (26:47-57). Sekalipun demikian, dari sudut pandang manusiawi, ada banyak hal yang bisa kita pandang sebagai penambah kesengsaraan Tuhan Yesus:
Pertama, para murid kurang menghargai Guru mereka. Hal ini terlihat dari celaan yang mereka lontarkan saat melihat pencurahan minyak wangi ke atas kepala Tuhan Yesus. Puncak kurangnya penghargaan para murid terjadi saat Yudas Iskariot menjual Tuhan Yesus kepada imam-imam kepala seharga tiga puluh uang perak (26:6-15). Kedua, para murid belum benar-benar mengerti bahwa pelayanan Tuhan Yesus harus melalui jalan salib (penderitaan). Bahkan, tiga murid yang sering mendampingi Tuhan Yesus pun (Petrus, Yohanes, Yakobus) belum siap menehan kantuk untuk mendampingi Tuhan Yesus bergumul dalam doa selama satu jam saja (26:36-46). Ketiga, Petrus--sang murid utama yang sering menunjukkan respons yang spontan dan kesetiaan yang menonjol--ternyata menyangkal Tuhan Yesus ketika berada dalam situasi yang mencekam (26:21-35, 58, 69-75). Keempat, Dia diadili berdasarkan kesaksian palsu (26:60), kemudian Dia mendapat penghinaan (diludahi, 26:67) dan siksaan (dipukuli, 26:67).
Renungkanlah kesengsaraan Tuhan Yesus bagi diri kita dan pertimbangkanlah apakah patut bila kita mengeluh kepada Tuhan atas kesengsaraan kita sendiri? [P]
"Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?" Matius 26:52-53