Pernahkan Anda merasa menyesal telah mengucapkan kata-kata yang dapat mengakibatkan identitas Anda sebagai seorang murid Kristus dipertanyakan, "Kok, orang Kristen ngomong begitu sih?" Kira-kira seperti itulah pertanyaan orang lain atau pertanyaan kita sendiri. Saat itu, mungkin kita terbakar emosi, atau ucapan tersebut disebabkan oleh kecenderungan kita untuk ceroboh dalam berkata-kata. Mungkin pula, kita tidak sengaja mengutarakan kalimat-kalimat seperti itu.
Di bagian akhir surat Kolose, Paulus menginstruksikan agar ucapan kita selalu berdasarkan kasih. Maksudnya, ucapan kita harus menghibur, menguatkan, dan membangun orang lain (4:6). Untuk melaksanakannya, perlu upaya berikut: Pertama, menguasai diri dengan berpikir sebelum berbicara, terutama saat emosi sedang menguasai diri kita. Terkadang, emosi--marah, sedih, gelisah, takut, kuatir, putus asa, dan sebagainya--bisa mengendalikan kita, sehingga kita mengatakan hal-hal yang tidak semestinya. Namun, seharusnya kita dapat mengendalikan emosi dengan pikiran. Contoh, saat marah karena anak berbohong, seorang ayah Kristen bisa menguasai diri dengan pemikiran, "Ingat! Jangan mengucapkan cacian yang dapat melukai perasaannya dan membekas dalam jangka panjang!" Kedua, mereka yang cenderung impulsif atau ceroboh dalam berbicara bisa melatih penguasaan diri dengan kesadaran, "Ucapkan yang bijak dan membangun!" Ingat bahwa lidah yang kecil dapat membakar hutan yang besar (Yakobus 3:5). Ketiga, perhatikan bahwa bukan hanya isi atau makna perkataan yang harus benar, tetapi cara mengutarakan juga harus benar. Pdt. Albert Ting mengatakan, "When I am right, let me also be nice." ("Saat saya benar, biarlah sikap saya juga menyenangkan"). Sudahkah Anda mempraktikkannya? [ECW]
"Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." Kolose 4:6