Suara Allah terdengar sangat bergejolak di antara murka yang adil dan kasih yang tak bisa dipadamkan, "Bagaimana mungkin Aku mengabaikan engkau, hai Efraim, menyerahkan engkau, hai Israel? ... Hati-Ku berbalik dalam diri-Ku, dan belas kasihan-Ku serentak bangkit." (11:8). Pertanyaan di atas lahir dari hati seorang Bapa yang dikhianati, tetapi masih tetap mengasihi. Ayat-ayat ini membuka rahasia terdalam dari relasi Allah dengan umat-Nya: Murka-Nya dilandasi oleh kasih, bukan tanpa dasar. Walaupun Israel dibandingkan dengan Adma dan Zeboim, kota-kota yang binasa bersama Sodom dan Gomora (Ulangan 29:23), Allah menegaskan bahwa Ia tidak akan mengulangi penghukumannya atas Israel (Hosea 11:9a). Kasih perjanjian-Nya yang kuat membuat Ia menahan murka agar tidak sampai memusnahkan. Dari perspektif biblika, sikap seperti ini menyingkapkan perbedaan Allah dengan manusia, "Sebab Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, ..." (11:9b). Manusia dikuasai emosi balas dendam, tetapi Allah menata murka-Nya dalam kekudusan kasih. Kekudusan-Nya tidak bisa berkompromi dengan dosa, namun kasih-Nya tidak pernah gagal. Inilah inti da‘at Elohim (pengenalan akan Allah yang sejati), yaitu memahami bahwa keadilan dan kasih tidak pernah bertentangan dalam diri Allah. Sebaliknya, keduanya bertemu dalam keputusan-Nya untuk tidak memusnahkan Israel, walaupun mereka pantas binasa.
Selanjutnya, ada janji pemulihan Allah, "Mereka akan mengikut TUHAN; Ia akan mengaum seperti singa" (11:10). Gambaran auman singa ini bukan sekadar murka, tetapi suara panggilan Allah yang penuh kuasa dan tidak terbantahkan saat mengumpulkan umat-Nya yang tercerai-berai. Gambaran singa biasanya mengerikan. Akan tetapi, kali ini, suara singa adalah panggilan kasih yang memikat, bukan mengancam. Allah yang berdaulat memanggil umat-Nya agar kembali dengan tarikan kasih yang tak tertahankan. Gambaran "anak-anak akan datang dengan gemetar dari barat" (11:10–11) menunjuk pada pemulangan umat yang tercerai-berai. Allah akan menjadi tempat perteduhan, bukan musuh.
Dosa itu menyakitkan hati Allah dan konsekuensinya serius. Akan tetapi, kasih Allah lebih besar daripada hukuman-Nya. Ia memilih untuk memulihkan, bukan melenyapkan. Pengenalan sejati akan Allah menuntun kita untuk hidup dengan iman yang penuh rasa syukur dan hormat, bukan ketakutan yang buta. Klimaks kasih Allah yang bergolak ada di salib Kristus, tempat murka dan kasih bertemu serta penghukuman dan pemulihan berpadu. Oleh karena itu, respons kita bukan hidup sembrono, tetapi mengikuti panggilan kasih-Nya dengan penuh kerendahhatian. Apakah Anda meremehkan dosa yang melukai hati Allah atau Anda sudah ditawan oleh kasih Kristus yang memulihkan?