Dalam bacaan Alkitab hari ini, Pengkhotbah setidaknya menyampaikan dua hal yang berlaku universal, yaitu: Pertama, komunitas lebih baik daripada perorangan (berdua atau bertiga lebih baik daripada sendiri). Kedua, kedatangan generasi baru yang menggantikan generasi sebelumnya membuat hasil jerih payah mereka menjadi sia-sia (menguap) karena generasi baru tidak menyukai atau menghormati generasi tua.
Pengkhotbah mengisahkan seseorang yang hidup sendiri dan yang tidak memiliki anak laki-laki maupun saudara laki-laki. Orang ini berjuang untuk mendapat kekayaan, tetapi dia tidak dapat berbagi hasil jerih payahnya karena dia tidak memiliki ahli waris yang meneruskan hasil jerih payahnya. Dia juga tidak bisa menikmati kesenangan dari hasil jerih payahnya karena dia tidak pernah merasa puas dengan kekayaan yang ia peroleh. Semua yang telah ia capai dan yang telah ia kumpulkan menjadi sia-sia (menguap) saat dia meninggalkan dunia ini karena dia tidak dapat berbagi hasil jerih payahnya.
Keadaan yang disebutkan tadi akan berbeda dan menjadi lebih baik jika seseorang memiliki saudara atau teman yang baik dalam mencari nafkah karena kelebihan saudara yang satu akan menutupi kekurangan saudara yang lain. Mereka dapat menerima upah yang baik sebagai hasil kerja sama yang baik. Jika yang seorang jatuh, maka yang lain dapat menolong temannya. Sesungguhnya, Allah telah merancang bahwa tidak baik bila manusia hanya seorang diri saja. Manusia memerlukan orang lain untuk menjadi penolong (bandingkan dengan Kejadian 2:18). Perhatikan bahwa Tuhan Yesus pun mengutus murid-murid-Nya berdua-dua agar mereka dapat saling mendukung (Lukas 10:1).
Setelah mengamati, Pengkhotbah menasihati bahwa orang muda yang berhikmat—meskipun miskin—lebih baik daripada raja tua yang tidak mau diajar atau diperingatkan, karena orang yang berhikmat—jika ada kesempatan—dapat menjadi raja yang baik yang memerintah dengan hikmatnya. Orang banyak pun dapat mengikutinya. Akan tetapi, keadaan ini pun menjadi sia-sia (menguap) seiring dengan pergantian kepemimpinan dalam pemerintahan. Raja yang baru—yang tidak menyukai raja sebelumnya—cenderung meniadakan atau merusak hasil jerih payah raja sebelumnya yang berhikmat itu. Hasil jerih payah seorang pemimpin dapat menguap saat posisinya digantikan oleh pemimpin yang baru. Saat Anda atau gereja Anda memilih pemimpin, apakah "memiliki hikmat" menjadi pertimbangan terpenting? Bila Anda terpilih menjadi seorang pemimpin, apakah Anda bersedia meneruskan ide yang baik dari pemimpin sebelumnya? Ingatlah bahwa Allah akan meminta pertanggungjawaban dari kita semua (1 Petrus 4:5).