Pengkhotbah 1

Jerih Lelah Kita Akan Menyertai Kita

23 Juli 2025
Pdt. Abadi

Tanpa Kristus, Hidup Ini Seperti Uap

Kitab Pengkhotbah termasuk salah satu kitab Perjanjian Lama yang sulit dimengerti. Selain ada kata-kata atau ungkapan-ungkapan dalam kitab ini yang sulit diartikan (seperti "usaha menjaring angin", dan kata-kata di 12:2-7), kitab ini juga mengundang para pembaca untuk memandang kehidupan di dunia seakan-akan tiada gunanya melalui ungkapan "semuanya sia-sia". Beberapa pernyataan seperti saling bertentangan. Misalnya, "hikmat memelihara hidup", tetapi hikmat gagal melakukannya (7:12; 2:16) Kematian lebih disukai daripada kehidupan, tetapi kehidupan lebih baik daripada kematian (4:2; 9:4-6). Bahkan, ada bagian yang seperti bertentangan dengan ajaran Kitab Suci (misalnya 7:16). Kitab Pengkhotbah menolong kita memahami realitas kehidupan di dunia yang telah jatuh ke dalam dosa tanpa menyebut adanya pengharapan akan kebangkitan orang mati, sehingga hidup ini seperti "sia-sia".

Perspektif kita akan berubah jika kita sadar bahwa ada dua suara dalam Kitab Pengkhotbah, yaitu suara editor dan suara utama. Editor adalah orang yang mengumpulkan pengajaran-pengajaran, pengetahuan-pengetahuan, dan amsal-amsal seorang raja Israel yang menyebut dirinya sebagai "Qohelet" (12:9-14). Kata Qohelet berarti Penghimpun atau Pengumpul. Qohelet adalah suara utama. Nama sebenarnya dari raja ini tidak disebut. Walaupun tidak bisa dipastikan, sebagian ahli Perjanjian Lama mengidentifikasi raja itu sebagai raja Salomo. Kata "Qohelet" berasal dari kata "qahal" yang berarti "menghimpun" atau "mengumpulkan". Qohelet adalah sebutan untuk peranan suara utama sebagai guru yang mengajar hikmat dalam himpunan atau kumpulan, yaitu kumpulan umat Allah (12:9). Untuk selanjutnya, kita mengikuti TB1 dan TB2 yang menyebut Qohelet sebagai "Pengkhotbah". Kata kunci untuk mengerti kitab ini—yang sekaligus merangkum perkataan sang Pengkhotbah—adalah kata "hebel" yang diterjemahkan sebagai "sia-sia", "tidak berguna", atau "tidak berarti". Alkitab versi NIV menerjemahkan kata tersebut sebagai "meaningless". Kata "hebel" adalah kata Ibrani yang susah untuk diterjemahkan. Arti harfiah kata ini adalah "hawa’ atau "uap". Dengan demikian, kata "hebel" merupakan kata kiasan untuk sesuatu (a) yang berlalu begitu cepat, (b) yang tidak dapat dipegang atau dikendalikan, atau (c) yang tidak dapat dilihat seutuhnya. Ingatlah bahwa uap hanya bisa dilihat sebentar saja, lalu menghilang. Kitab Yakobus mengatakan, "Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap" (Yakobus 4:14). Artinya, bila dibandingkan dengan kekekalan, hidup kita ini hanya berlangsung sekejap.

Struktur penulisan Kitab Pengkhotbah tampaknya mencerminkan arti kata "hebel" ini. Apa yang dilakukan sang editor kitab ini adalah memulai dan mengulangi tema-tema tertentu sampai pada akhirnya dia menggiring kita kepada kesimpulan dan nasihat bagi orang muda (11:9-12:7), yaitu menikmati hidup pada masa muda, tetapi mengingatkan untuk takut akan Allah dan memelihara perintah-perintah-Nya (12:13-14). Karena kehidupan di dalam dunia ini seperti uap maka kita harus menggunakan kesempatan yang ada untuk hidup berkenan di hadapan Allah.

Dari Kitab Pengkhotbah, kita mengerti bahwa segala sesuatu adalah "sia-sia" (hebel). Akan tetapi, kita sekarang memiliki kabar baik bahwa Allah telah menaklukkan kesia-siaan itu dan memberikan kepada kita "pengharapan, karena ciptaan itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan dan kemuliaan anak-anak Allah" (Roma 8:21).

Kitab Pengkhotbah merupakan cara pandang tentang kehidupan tanpa pengharapan. Cara pandang seperti ini wajar terbentuk karena pada masa Perjanjian Lama, kedatangan Kristus, Sang Mesias itu, merupakan sumber pengharapan yang belum terwujud. Pengharapan itu baru terwujud saat Kristus datang untuk menyelamatkan manusia berdosa melalui kematian-Nya di kayu salib dan melalui kebangkitan-Nya yang membuktikan kemenangan-Nya atas maut. Kebangkitan Kristus membuat kita memiliki pengharapan tentang kehidupan sesudah kematian. Bila kita tidak memercayai Kristus, hidup kita seperti uap! Bila kita percaya kepada Kristus, walaupun kita akan mati secara jasmani, kita akan dibangkitkan saat Kristus datang kedua kali. Pengharapan itu membuat hidup ini tidak lagi seperti uap. Hidup ini tidak sia-sia! Hidup ini berarti karena kita memiliki pengharapan tentang adanya kebangkitan sesudah kematian! Saat kita membaca dan merenungkan Kitab Pengkhotbah, marilah kita memikirkan kembali pandangan kita tentang kehidupan. Apakah Anda telah memiliki pengharapan yang tersedia di dalam Kristus itu? Apakah Anda memiliki keyakinan bahwa kematian bukanlah akhir, tetapi masih ada kehidupan sesudah kematian? Apakah Anda sudah memercayai Kristus sebagai Penjamin untuk kehidupan sesudah kematian? Apakah Anda sudah menyadari bahwa hidup ini bukanlah kesia-siaan bila Anda memercayai Kristus? Apakah Anda sudah menyadari bahwa pengharapan di dalam Kristus itu membuat jerih payah yang diabdikan untuk melayani TUHAN bukan suatu kesia-siaan (bandingkan dengan 1 Korintus 15:58)? (Pdt. Abadi)

Jerih Lelah Kita Akan Menyertai Kita
Rabu, 23 Juli 2025

Bacaan Alkitab hari ini:
Pengkhotbah 1

Kitab Pengkhotbah dimulai dengan perkenalan sang Pengkhotbah sebagai "anak Daud, raja di Yerusalem" (1:1). Jabatan raja tentu saja memberi keuntungan. Kekuasaannya membuat raja dapat mengakses segala literatur dan sumber pengetahuan untuk mempelajari hikmat "yang terjadi di bawah langit." Dalam kitab Pengkhotbah, ungkapan "di bawah langit" sama artinya dengan "di bawah matahari", "di bumi", dan "di dunia". Pengkhotbah bertekad untuk mempelajari hikmat dan pengetahuan bukan hanya dari literatur, tetapi juga dari pengamatan atas segala perbuatan yang terjadi di dunia. Pada akhirnya, Pengkhotbah menyimpulkan bahwa "semuanya adalah sia-sia". Kata "sia-sia" adalah terjemahan dari kata Ibrani "hebel" yang berarti "hawa" atau "uap" (untuk mengerti makna kata ini, silakan pembaca membaca bagian Pengantar Kitab Pengkhotbah: Hidup Ini Seperti Uap). Untuk menekankan bahwa "semuanya sia-sia", sang Pengkhotbah memakai ungkapan "hebel of hebalim"—artinya "uap dari segala uap", bandingkan dengan ungkapan "king of kings" (raja di atas segala raja)—untuk menyatakan bahwa semuanya sia-sia (akan meng-"uap").

Pertanyaan pembuka, "Apa gunanya bagi manusia segala jerih payah yang dilakukannya di bawah matahari" (1:3) dan hasil pengamatan tentang apa yang terjadi di bumi (1:5-7) meyakinkan pembaca bahwa benar segala jerih payah yang dilakukan manusia akan "menguap". Sebagai akibat kejatuhan ke dalam dosa, manusia ditetapkan untuk berjerih payah mencari nafkah. Bumi tetap ada dengan segala siklus alam di dalamnya, tetapi umat manusia akan menguap, yaitu "generasi yang satu pergi dan generasi yang lain datang" (ada yang meninggal, ada yang lahir). Hasil jerih lelah akan menguap seiring dengan menguapnya orang yang berjerih lelah. Bahkan, kenangan kepada mereka juga menguap (1:11; 9:5). Memang hanya sebagian kecil orang yang dikenang. Pada umumnya, kenangan kepada orang mati akan lenyap.

Demikian juga dengan hikmat yang diperoleh, Pengkhotbah berkata bahwa mendapat semua hikmat adalah "usaha menjaring angin" (artinya tidak bisa dipegang). Berhikmat itu berguna. Misalnya: seorang miskin dapat menyelamatkan kota dengan hikmatnya (9:15). Akan tetapi, hikmat yang diperoleh juga akan menguap seiring dengan menguapnya orang berhikmat (2:15-16). Bagaimana respons Anda pada saat mengetahui bahwa segala jerih payah yang Anda lakukan akan menguap? Kepada kita di zaman ini telah dinyatakan bahwa Allah telah menaklukkan kesia-siaan (penguapan) itu (Roma 8:20) sehingga segala perbuatan jerih lelah kita akan menyertai kita yang percaya kepada Tuhan di dalam kemuliaan-Nya (Wahyu 14:13).

Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh.
Yakobus 5: 16


www.gky.or.id | Gereja Kristus Yesus Copyright 2019. All rights Reserved. Design & Development by AQUA GENESIS Web Development & Design