Kesempatan memberitakan Injil biasanya berdampingan dengan hadirnya masalah. Adanya masalah mengingatkan kita bahwa kita masih berada di dunia dan dunia bukanlah tujuan kita. Tujuan kita adalah hadirnya langit baru dan bumi baru pada akhir zaman. Saat melayani di kota Filipi, Rasul Paulus berhadapan dengan tuan-tuan pemilik budak perempuan yang memiliki roh tenung. Mereka merasa dirugikan ketika roh tenung pada budak perempuan itu—yang menjadi sumber keuntungan—diusir oleh Rasul Paulus. Oleh karena itu, mereka menyebar fitnah yang membuat Rasul Paulus dan Silas ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara (16:16-24). Saat merintis pelayanan di kota Tesalonika, yang menjadi sumber masalah adalah orang-orang Yahudi yang cemburu saat melihat keberhasilan pemberitaan Injil Rasul Paulus. Kecemburuan membuat mereka mengajak beberapa preman pasar untuk membuat kekacauan di kota Tesalonika dengan maksud membawa Rasul Paulus dan Silas untuk dihadapkan pada pengadilan rakyat. Yason—yang menyediakan rumahnya sebagai tempat tumpangan Rasul Paulus dan Silas—ikut menjadi sasaran kebrutalan massa (17:2-9). Keadaan yang makin kacau membuat orang-orang yang telah mendengar berita Injil dan menjadi Kristen memutuskan untuk mengungsikan Rasul Paulus dan Silas ke kota Berea. Sikap orang-orang Yahudi di kota Berea terhadap firman Allah lebih terbuka daripada orang-orang Yahudi di kota Tesalonika. Akan tetapi, orang-orang Yahudi di kota Tesalonika belum puas saat melihat Rasul Paulus dan Silas diungsikan ke kota Berea, sehingga mereka mengejar ke kota Berea untuk menghasut orang-orang Yahudi agar menolak pemberitaan Rasul Paulus dan Silas (17:10-13).
Banyak orang Kristen—bahkan gereja—beranggapan bahwa ciri kehendak Tuhan adalah kelancaran: Bila kita melaksanakan kehendak Tuhan, kita akan bebas dari masalah! Anggapan seperti itu salah: Allah tidak selalu menghindarkan kita dari masalah! Kesempatan yang Allah berikan kepada kita sering kali diikuti oleh masalah yang memaksa kita untuk selalu bergantung kepada Tuhan dan bukan pada kekuatan kita yang terbatas. Pelayanan Rasul Paulus dan tim ke wilayah Makedonia—Filipi, Tesalonika, dan Berea—jelas merupakan kehendak Allah. Akan tetapi, mereka harus menghadapi penjara dan penganiayaan. Apakah Anda—dan gereja tempat Anda beribadah—bersedia untuk tetap setia melakukan kehendak Allah saat menghadapi tantangan, termasuk kekurangan dana maupun adanya oposisi? Apakah Anda tetap berani mengandalkan Allah saat Anda merasa bahwa diri Anda tidak berdaya? Apakah melaksanakan kehendak Allah menjadi prioritas dalam hidup Anda?