Peristiwa di Gibea yang terjadi di pasal 19 membuat suku Benyamin diasingkan oleh suku Israel yang lain. Perang untuk menghukum suku Benyamin di Gibea telah membuat suku Benyamin—yang membela orang-orang Benyamin di Gibea—nyaris punah (21:3). Kota-kota yang ditempati suku Benyamin dibakar, sehingga hanya enam ratus orang (pria) yang tersisa dari suku Benyamin (20:47-48). Tidak adanya perempuan dari suku Benyamin yang bisa dinikahi membuat mereka terancam tidak bisa memiliki keturunan. Kondisi ini membuat kuatir suku Israel yang lain, sehingga mereka mencari cara untuk mencegah kepunahan. Akan tetapi, mereka juga tidak ingin melanggar sumpah mereka di hadapan TUHAN (21:1,18).
Oleh karena itu, ditetapkanlah dua cara untuk "menolong" suku Benyamin: Pertama, para laki-laki dan para perempuan penduduk Yabes-Gilead yang telah menikah dibunuh—sebagai hukuman karena mereka tidak ikut menghadap TUHAN di Mizpa—dan 400 gadis mereka dirampas untuk diberikan menjadi istri bagi para pria suku Benyamin (21:8-14). Kedua, para pria suku Benyamin diizinkan untuk melarikan anak perempuan yang sedang menari di Silo saat perayaan bagi TUHAN. Kedua cara di atas mereka anggap wajar dan benar untuk dilakukan agar Suku Benyamin tidak punah (21:19-23). Apakah penetapan dua cara untuk menolong suku Benyamin agar tidak punah dengan membunuh penduduk Yabes-Gilead dan menculik para wanita serta meminta para orang tua yang kehilangan anak perempuan untuk bermurah hati dapat dibenarkan? Penetapan itu salah karena dilakukan bukan berdasarkan perintah Tuhan. Lalu kenapa perbuatan itu seakan lumrah dilakukan? Penetapan itu terjadi karena setiap orang merasa berhak memutuskan apa pun yang mereka anggap baik untuk dilakukan (21:25), padahal apa yang mereka anggap baik itu belum tentu benar dan berkenan kepada Tuhan.
Dalam hidup ini, banyak orang—termasuk orang Kristen—memutuskan untuk melakukan sesuatu yang kita anggap baik tanpa memikirkan apakah keputusan tersebut benar atau salah di hadapan Tuhan, bahkan banyak orang yang menetapkan kebenaran pribadi secara subjektif tanpa mau diatur oleh kehendak Tuhan yang telah Ia berikan kepada kita melalui firman-Nya. Akibatnya, tindakan yang kita anggap baik bisa membuahkan hasil yang merugikan orang lain. Bagaimana agar kita bisa mengetahui bahwa tindakan kita benar? Kenalilah kebenaran melalui Alkitab! Alkitab telah menuliskan prinsi-prinsip untuk hidup sebagai anak-anak Allah. Apakah Anda telah mempelajari Alkitab dengan setia?