Kitab Ayub tergolong sebagai kitab puisi. Walaupun ada cerita di bagian awal dan akhir, sebagian besar kitab ini merupakan percakapan berbentuk puisi. Bentuk puisi biasanya menerangkan satu maksud melalui berbagai macam kiasan atau kalimat penjelasan yang panjang. Konteks kitab Ayub--ukuran kekayaan berdasarkan banyaknya ternak, nama bangsa-bangsa yang disebut--menunjuk pada masa sebelum terbentuknya bangsa Israel. Kitab Ayub membicarakan pergumulan hidup manusia dan peranan Tuhan dalam penderitaan.
Kitab Ayub membahas perjalanan hidup Ayub dari masa kejayaan, penderitaan, lalu kembali ke kejayaan. Allah yang Maha Tahu menyatakan bahwa Ayub adalah orang yang saleh dan jujur, takut akan Allah?dan menjauhi kejahatan. Namun, Iblis yang tidak mahatahu menuduh sebaliknya dan menganggap pendapat Allah salah. Untuk membuktikannya, Iblis meminta izin kepada Allah untuk mencobai Ayub dengan mendatangkan bencana yang membuat Ayub menderita. Jadi, dari sudut pandang Allah, penderitaan Ayub adalah ujian untuk membuktikan kepada Iblis bahwa Ayub adalah orang yang benar dan saleh, takut akan Allah,?dan menjauhi kejahatan. Ujian juga datang melalui istri dan sahabat-sahabat Ayub dengan pola yang sama, yaitu menuduh bahwa Ayub bersalah. Ujian oleh Iblis dilakukan melalui bencana yang ditimpakannya secara fisik, sedangkan ujian oleh para sahabat Ayub berlangsung melalui argumen perdebatan yang menekan secara psikologis dalam tiga babak perbincangan (pasal 3-14; 15-21; 22-31).
Ayub tidak mengerti penyebab penderitaan yang ia alami. Para sahabatnya juga tidak memahami perasaan Ayub yang sedang menderita, sehingga kedatangan mereka--yang ingin menghibur--justru menambah penderitaan Ayub. Melalui penderitaan itu, Ayub bertumbuh menjadi makin mengenal Allah serta menyadari keberadaan dirinya di hadapan Allah. Inti kitab Ayub adalah, "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau,?tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau" (42:5) Setiap orang--termasuk umat Allah--pasti mengalami penderitaan, tetapi kualitas dan kuantitasnya berbeda-beda. Oleh karena itu, pergumulan Ayub merupakan cermin bagi pergumulan kita semua. Ada berbagai penyebab terjadinya penderitaan. Yang terpenting adalah bahwa penderitaan harus membuat kita makin bertumbuh, bukan membuat kita makin jatuh. Melalui kitab Ayub, kita belajar untuk bertumbuh melalui penderitaan, dan kita juga terpacu untuk membantu orang-orang di sekitar kita yang sedang mengalami penderitaan. [GI Benny Wijaya]
Kisah Ayub dimulai dengan pujian Allah yang menyatakan bahwa Ayub adalah orang yang saleh?dan jujur,?takut akan Allah,?dan menjauhi kejahatan (1:1,8; 2:3). Pujian itu disertai bukti kesalehan Ayub yang menguduskan anak-anaknya (1:5). Walaupun tidak melihat anak-anaknya berbuat jahat, Ayub memohon pengampunan Allah karena kuatir anak-anaknya telah berbuat atau berpikir jahat. Jadi, Ayub bukan hanya menjaga kekudusan perbuatan, tetapi juga kekudusan hati.
Pujian yang Allah berikan tersebut disangkal oleh Iblis dengan mengatakan bahwa hal itu terjadi karena Ayub diberkati. Untuk membuktikan argumennya, Iblis meminta izin kepada Allah untuk mencobai Ayub dengan memusnahkan kekayaan Ayub dan menewaskan kesepuluh anaknya. Iblis membuat Ayub--orang paling kaya di wilayahnya (1:3)--menjadi orang paling miskin dalam sekejap. Kesepuluh anaknya juga tewas dalam waktu sekejap. Ayub sangat menderita. Iblis mendatangkan bencana dengan memakai cara yang biasa, yaitu perampokan, sambaran petir, dan angin ribut. Ternyata, berbagai bencana tersebut tidak bisa menjatuhkan Ayub. Ayub tetap sujud menyembah Allah. Pencobaan iblis melalui penderitaan justru membuktikan kesetiaan Ayub kepada Allah (1:20-21).
Setelah pencobaan pertama gagal, Iblis meminta izin untuk menggugurkan kesetiaan Ayub melalui pencobaan kedua, yaitu penyakit di sekujur tubuhnya (2:4-5). Istri Ayub yang tadinya merasa sebagai orang yang diberkati Allah dengan kekayaan yang melimpah dan keluarga yang harmonis mendadak menjadi miskin dan suaminya sakit di sekujur tubuhnya. Ia merasa bahwa Allah tidak lagi memberkati mereka! Akhirnya, kesetiaan istri Ayub kepada Allah gugur, bahkan istri Ayub ikut mencobai Ayub dengan menganjurkan Ayub mengutuki Allah (2:9). Namun, Ayub tetap setia kepada Allah (2:10). Atas seizin Allah, pencobaan Iblis yang mengerikan terhadap Ayub menjadi ujian yang membuktikan kesetiaan Ayub kepada Allah. Allah mengizinkan Iblis mencobai dengan pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Allah yang setia?tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan kita.?Pada waktu kita dicobai, Ia akan memberikan kepada kita jalan keluar, sehingga kita dapat menanggung pencobaan tersebut. (1 Korintus 10:13).
Orang yang setia kepada Allah tidak dibebaskan dari penderitaan. Akan tetapi, melalui penderitaan itulah, kesetiaan kita menjadi teruji. Bagaimana dengan Anda: Apakah Anda setia kepada Allah karena Anda meyakini bahwa Allah itu setia dan bahwa Ia senantiasa memelihara diri Anda? [GI Benny Wijaya]