Mazmur 134 diyakini sebagai lagu yang dinyanyikan setelah umat Allah menghadiri perayaan di Yerusalem. Mazmur dibuka dengan ajakan kepada semua hamba TUHAN untuk memuji TUHAN (134:1). Menurut konteksnya, kata "hamba TUHAN" menunjuk pada para imam dari suku Lewi yang melayani di rumah TUHAN. Kita mungkin bertanya-tanya, "Bukankah para imam sebagai hamba TUHAN otomatis bertugas memuji TUHAN dalam berbagai pelayanan mereka?"
John Calvin, seorang reformator penting di abad ke-16, menuliskan dalam tafsirannya bahwa kemungkinan, pelayanan para imam hanya sekadar melakukan tugas harian tanpa makna rohani. Mereka berjaga di malam hari dan mengawasi jalannya persembahan korban, tetapi tidak ada puji-pujian kepada TUHAN dalam hati mereka. Secara kasat mata, umat Israel bisa berdecak kagum melihat betapa giatnya para imam melayani hingga malam hari. Akan tetapi, tanpa kesungguhan hati, pelayanan mereka menjadi tidak berarti di hadapan Allah. Itulah sebabnya, pemazmur mengingatkan--sekaligus mendorong--semua hamba TUHAN untuk memuji TUHAN. Memuji TUHAN itu biasa disertai dengan mengangkat tangan ke tempat kudus (134:2). Artinya, pujian kepada TUHAN seharusnya melibatkan keseluruhan pribadi seseorang. Jika hati dan pikiran terangkat kepada TUHAN, dengan sendirinya, tubuh juga ikut mengekspresikan sukacita dan penyembahan kepada-Nya.
Ayat ketiga (134:3) adalah ucapan berkat imam bagi umat Israel. Bukankah indah bila kesungguhan para imam dalam memuji TUHAN dilihat dan ditiru oleh umat Israel? Mereka masing-masing pulang ke rumahnya dan menyembah serta memuji TUHAN dengan segenap hati. Oleh karena itu, TUHAN--Sang Pencipta langit dan bumi yang penuh kasih dan kuasa--akan memberkati umat-Nya.
Kiranya Mazmur ini mengingatkan kita untuk menyembah Tuhan dengan kesungguhan hati. Sesuatu yang dilakukan dengan berulang-ulang mudah kehilangan maknanya, termasuk hal beribadah dan melayani di gereja. Jika tidak waspada, kita akan mudah melakukan kegiatan gerejawi sekadar untuk memenuhi kewajiban, tetapi tanpa makna rohani. Bernyanyi dan melayani dilakukan tanpa makna. Bila semua kegiatan gereja dilakukan karena kebiasaan, kita bisa kehilangan berkat rohani. Mari kita meminta agar Tuhan memampukan kita untuk menyembah Dia dengan tulus.