Meskipun dituduh secara keji oleh Elifas, Ayub sama sekali tak membalas. Sebaliknya, ia menunjukkan keyakinannya kepada kesetiaan Allah dan kehidupannya yang tidak bercela. Dalam ucapannya, Ayub menyampaikan dua ketidakpahaman. Pertama, ketidakpahaman tentang penderitaannya (23:2-12). Ayub berani bersaksi bahwa ia adalah orang yang jujur dan saleh, bahkan ia berinisiatif mencari Allah untuk memperkarakan kesalehan hidupnya. Ia bahkan yakin bahwa setelah diuji Allah, ia akan tampil seperti emas karena ia hidup menurut jejak dan jalan-Nya, taat kepada perintah-Nya, dan menyimpan firman-Nya di dalam sanubarinya (23:10-12). Namun, ia tidak memahami mengapa Allah mengizinkan penderitaan yang begitu berat melandanya. Kedua, ketidakpahaman atas tindakan Allah yang seolah-olah membiarkan kehidupan orang fasik berjalan dengan lancar (23:13-24:20). Ayub menyaksikan begitu banyak perbuatan fasik yang seolah-olah tak disentuh hukuman Allah, mulai dari para penipu, penindas orang yang tak berdaya, pembunuh, pezinah, hingga penyiksa sesama.
Sekalipun demikian, ketidakpahaman tak membuat Ayub meragukan kasih dan keadilan Allah. Ia mengungkapkan keyakinannya kepada Allah demikian, "Tetapi Ia tidak pernah berubah--siapa dapat menghalangi Dia? Apa yang dikehendaki-Nya, dilaksanakan-Nya juga" (23:13). Ayub yakin bahwa Allah tak pernah meninggalkannya. Ia juga yakin bahwa orang fasik pasti akan menerima ganjarannya pada waktunya (24:18-20, 24).
Pernahkah Anda memiliki pengalaman seperti Ayub? Apa reaksi Anda ketika tak memahami mengapa kesulitan demi kesulitan menimpa Anda, sementara orang yang hidupnya tidak beres nampak lancar-lancar saja? Tetap teguh dan bersandar kepada Allah, itulah teladan Ayub bagi kita saat menghadapi situasi yang sulit ini. [TF]
"Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang. Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, ...; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu." Mazmur 37:1, 3-4