Apa yang dipikirkan oleh orang yang sakit keras? Umumnya ia memikirkan makna hidupnya di dunia ini. Itulah isi pikiran Ayub yang ia ungkapkan secara jujur di hadapan Allah. Pengakuan Ayub di hadapan Allah mengandung dua hal: Pertama, Ayub berkeluh kesah tentang hidupnya yang fana. Penderitaan yang hebat membuatnya menyadari betapa singkat dan tidak bernilainya hidup manusia. Hidupnya ia gambarkan seperti bunga layu setelah berkembang dan seperti bayang-bayang yang hilang tak berbekas (14:1-2). Di mata Ayub, hidup manusia kalah nilainya dengan sebatang pohon yang dapat bertunas kembali setelah ditebang (14:7-12). Ayub menyadari bahwa kondisi seperti ini diakibatkan oleh keberdosaan manusia di hadapan Allah (14:4). Kedua, Ayub mengakui kedaulatan Allah atas kehidupan manusia. Kedaulatan Allah ditunjukkan oleh kuasa-Nya membatasi hari-hari manusia di atas bumi (14:5) dan penghakiman-Nya atas manusia karena kesalahan dan dosanya (14:18-22).
Di tengah keluh kesahnya, Ayub mengungkapkan sikap optimis menghadapi kematian yang ia kira segera tiba. Ia mengungkapkan pengharapan akan tibanya hari tersebut, "Maka aku akan menaruh harap selama hari-hari pergumulanku, sampai tiba giliranku; maka Engkau akan memanggil, dan akupun akan menyahut; Engkau akan rindu kepada buatan tangan-Mu." (14:14-15). Sikap positif ini lahir dari keyakinan bahwa Allah akan mengampuni segala dosa dan kesalahannya (14:16-17).
Seperti Ayub, kita juga perlu melakukan refleksi diri: Dalam hidup yang sementara ini, Apa pencapaian yang dapat Anda banggakan di hadapan Allah dan manusia? Apakah dosa Anda sudah diampuni Allah di dalam Kristus, sehingga Anda akan menghadap Allah dengan sukacita saat Dia panggil? [TF]
"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12