Sebagai respons atas tuduhan tanpa alasan dari sahabatnya, Ayub membuka mulut dan mengemukakan beberapa pembelaan: Pertama, ia mengatakan bahwa siapa pun yang berada pada posisinya pasti akan berkeluh kesah seperti dia (6:1-13). Ia menggambarkan tubuhnya seperti tertancap panah dan jiwanya menghisap racun dari Yang Mahakuasa (6:4). Kedua, ia menyindir para sahabatnya yang sama sekali tidak mengulurkan tangan menolongnya (6:14-23). Melihat penderitaan Ayub, bukannya menolong, mereka justru merasa takut kepadanya (6:21). Ketiga, ia menantang mereka untuk menunjukkan dosa dan kesalahannya (6:24-30). Ia meminta para sahabatnya untuk berlaku adil bila tidak mampu menunjukkan kesalahannya (6:24). Keempat, ia menggambarkan betapa beratnya penderitaan yang dialaminya (7:1-5). Saking beratnya, ia mulai putus asa dan berharap agar ajal segera menjemputnya (7:6-10). Kelima, melalui serangkaian pertanyaan retorik, ia meminta Allah menunjukkan kesalahannya (7:11-21). Ia juga memohon Allah mengampuninya bila ia bersalah, "Kalau aku berbuat dosa, apakah yang telah kulakukan terhadap Engkau, ya Penjaga manusia? ... Dan mengapa Engkau tidak mengampuni pelanggaranku, dan tidak menghapuskan kesalahanku?" (7:20-21).
Kita dapat mempelajari kejujuran dan keterbukaan Ayub di hadapan Allah. Ketika tidak memahami tindakan Allah, bahkan ketika merasa Allah seolah-olah bertindak tidak adil kepadanya karena menghukumnya tanpa alasan, ia berani secara terbuka bertanya kepada Allah. Sama seperti Ayub, kita juga boleh secara terbuka dan jujur bertanya kepada Allah ketika kita tidak memahami penderitaan yang sedang kita alami. Namun ingat, selama proses yang kita lalui--sama seperti Ayub--kita tidak boleh sedikitpun meragukan kebaikan Allah. [TF]
"Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu ter hadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari?" Mazmur 13:2-3a