Pada dasarnya, Raja Ahab bukanlah seorang yang biasa berlaku sewenang-wenang. Bahkan dia dikenal sebagai seorang raja yang pemurah (20:31) bila diukur dari standar suku-suku kafir yang kelakuannya umumnya amat buas pada masa itu. Akan tetapi, pengaruh istrinya--Izebel--telah mengubah Raja Ahab menjadi salah seorang raja Israel yang kelakuannya amat berdosa. Bagi orang Israel, tanah warisan itu amat penting dan harus dipertahankan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila Nabot tidak mau menjual kebun anggurnya atau menukar kebun anggurnya dengan kebun anggur di lokasi lain. Izebel memiliki pola pikir yang berbeda dengan Raja Ahab. Dia beranggapan bahwa seorang penguasa boleh melakukan apa saja tanpa perlu mempedulikan tradisi. Karena Nabot tidak mau menyerahkan kebun anggurnya secara sukarela, Izebel memakai cara yang licik, curang, dan keji untuk merampas kebun anggur Nabot. Izebel tidak menyadari bahwa ada Allah Israel yang membenci kecurangan dan yang sedang mengawasi kehidupan umat-Nya. Kecurangan Izebel membuat Allah sakit hati, sehingga kecurangan tersebut harus dibayar mahal, yaitu dibayar dengan kematian Izebel dan semua laki-laki dari keluarga Ahab.
Bila Anda memiliki kuasa, Anda harus ingat bahwa Anda tidak memiliki kekuasaan secara mutlak. Anda tetap harus mempertanggungjawabkan pemanfaatan kekuasaan Anda itu kepada Allah. Pernahkah Anda berpikir: Bagaimana para majikan, guru, orang tua, rohaniwan, pemimpin perusahaan, pemimpin partai politik, dan para pemimpin di bidang-bidang lain bisa mempertanggungjawabkan kekuasaan yang mereka miliki di hadapan Allah? [P]
"Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat." 2 Korintus 5:10